Monday, 10 February 2020 00:00

FTIK Gelar Studium General dan Ngaji Bareng

Written by

Kajen, Pekalongan – Dalam rangka mengawali perkuliahan semester genap tahun akademik 2019/2020 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan menggelar kuliah umum bertajuk “Studium General dan Ngaji Bareng bersama Gus Ghofur dan Gus Baha”, dengan tema “Penguatan etos keilmuan, spiritualitas, dan karakter mahasiswa FTIK IAIN Pekalongan berwawasan moderasi Islam di era revolusi industri 4.0”. Pembicara pada kuliah umum ini adalah Dr. K.H. Abdul Ghofur Maimun, M.A. (pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar dan Ketua STAI Al-Anwar Sarang, Rembang) dan K.H. Ahmad Bahaudin Nur Salim (pengasuh Pondok Pesantren Al-Quran Narukan, Rembang). Bertempat di kampus 2 IAIN Pekalongan di Rowolaku, Kajen, acara dihadiri oleh para mahasiswa IAIN Pekalongan dan beberapa pengunjung dari masyarakat umum (8/2).

Dalam sambutannya, Rektor IAIN Pekalongan Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag. menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, format studium general untuk mahasiswa dikemas dalam konsep penguatan spiritual.

“Melalui kegiatan studium general ini diharapkan agar para mahasiswa siap untuk menghadapi perkuliahan. Di samping itu, sebagai perguruan tinggi agama Islam, para mahasiswa juga harus dibekali penguatan spiritual. Oleh karena itu kami mengundang para tokoh-tokoh ulama besar untuk berbicara di depan mahasiswa kami, untuk memberikan tausiyah, inspirasi, serta doa bagi para mahasiswa kami agar menjadi generasi yang cerdas secara intelektual, dan kuat secara spiritual,” sambutnya.

K.H. Ahmad Bahaudin Nur Salim, atau yang biasa dikenal sebagai Gus Baha, mengingatkan para seluruh civitas akademika IAIN Pekalongan agar mampu menjalankan perannya sebagai kaum intelektual.

“Menurut Ibnu Khaldun, akan datang masa di mana kebaikan hanyalah sebuah profesi. Sering kali kita terjebak di antara dua hal, yaitu profesi dan status. Menjadi dosen misalnya, karena hanya sebatas sebagai profesi, maka dia menjadi dosen hanya saat berada di kampus. Ketika di luar kampus, dia jadi orang biasa lagi. Mestinya menjadi dosen adalah sebagai sebuah status, jadi dimana pun dia berada, dia tetap menjadi dosen. Baik di kampus maupun di masyarakat, dia selalu mampu memberikan kontribusinya dalam bidang akademis,” tuturnya.

Para dosen dan mahasiswa juga dihimbau untuk giat meneliti permasalahan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. “Ketika dosen meneliti, jangan memilih tema asal unik saja, tapi benar-benar bisa membawa maslahat bagi umat, serta menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat. Kalau hanya mencari tema yang unik, nanti kita hanya akan menjadi orang-orang yang unik, bangsa yang unik. Prioritaskan yang prioritas. Misalnya, ada kasus tingginya perceraian di kawasan industri, setelah ditelusuri ternyata karena pengaruh ekonomi, gaya hidup. Setelah dikaji lagi, ternyata budaya konsumtif dan hedonisme bisa jadi muncul karena suasana rumah tidak nyaman, ternyata ibadahnya kurang khusyuk, tidak bisa menikmati sholat misalnya. Ini bisa menjadi kajian yang bermanfaat,” tambahnya.

Dr. K.H. Abdul Ghofur Maimun, M.A. mengajak para mahasiswa sebagai generasi muda untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan kemampuan akademisnya. “Saya sering merasa sedih ketika ada kyai sepuh meninggal, lalu para anak muda merasa kehilangan tokoh spiritual panutannya. Yang membuat saya sedih adalah kenapa anak-anak muda itu tidak segera ‘menjadi sepuh’, menjadi tokoh-tokoh spiritual yang baru? Kebanyakan orang berpikir tokoh spiritual harus tua dulu, padahal tidak. Tokoh-tokoh intelektual Islam dulu adalah para pemuda. Bahkan para nabi pun diangkat menjadi nabi pada usia muda, mulai dari nabi Musa, hingga nabi Yahya, yang masih sangat muda,” tuturnya.

Putra kelima dari ulama karismatik K.H. Maimun Zubair tersebut menambahkan bahwa untuk menyiapkan tokoh-tokoh spiritual muda ini, perlu dilakukan kaderisasi. “Para kyai dan tokoh spiritual ketika menyiapkan penerusnya, selalu mengajak anak didiknya ketika akan mendapatkan moment-moment penting. Misalnya ketika Rasulullah akan berhijrah, beliau mengajak Abu Bakar, dalam rangka menyiapkan beliau menjadi pemimpin di  masa depan. Hal ini bisa diterapkan di dunia kampus. Misalnya, kalau kita ingin mahasiswa kita siap menjadi pemimpin di masa depan, ajak mereka terjun ke masyarakat bersama kita, agar mereka bisa belajar langsung dan melihat gurunya, dalam hal ini kita sebagai dosen, menghadapi masalah-masalah tersebut. Dengan cara seperti ini, mahasiswa akan lebih siap dan percaya dengan kita, karena bukan hanya sekedar teori di kelas,” tambahnya.